banner 728x250

Memahami Akar Masalah PT Marketindo dan AMT Angata Dilahan 1.300 Ha

  • Bagikan
banner 468x60

KENDARI- Ribut-ribut soal klaim kepemilikan lahan 1.300 Ha masyarakat yang tergabung delapan desa di Kecamatan Angata oleh PT Marketindo Selaras (MS), bukanlah perkara yang kemarin sore.

Sengketa lahan tersebut, sebenarnya berawal pada perusahaan awal yang datang di Kecamatan Angata. PT Sumber Madu Bukari (SMB), memang sudah dinyatakan pailit pada tahun 2003 oleh Pengadilan Tata Niaga Jakarta.

Kepailitan SMB justru meninggalkan jejak perseteruan yang tak kunjung usai. PT Marketindo berupaya merebut lahan masyarakat dengan dalih, lahan tersebut sudah dibeli oleh PT SMB sebelumnya.

Tokoh masyarakat Angata, Kadir Massa, merasa ada sejarah yang sedang digelapkan oleh pihak Marketindo. PT SMB sedari awal tidak pernah menyelesaikan hak dan kewajibannya kepada masyarakat.

“PT SMB justru memancing gejolak rakyat, pembebasan ganti rugi tanah dan tanaman tumbuh masyarakat yang digusur paksa oleh perusahaan sebelum adanya pembayaran ganti rugi saat itu. Dan kemudian datanglah PT MS menganggap bahwa semua masalah sudah dituntaskan oleh SMB,”terang Kadir Massa.

Puncak kekasalan masyarakat, lanjut Kadir Massa, pada tahun 1999 kantor dan perkebunan tebu PT. SMB dibakar masyarakat. Sehingga aktivitas perusahaan jadi lumpuh total, bahkan beberapa tokoh pada waktu itu langsung ditangkap karena dianggap sebagai aktor intelektual

“Ini menandakan ada sejumlah persoalan yang ditinggalkan oleh PT SMB, yang tidak selesai hingga sekarang,”paparnya.

Justru aneh, kalau saat ini tiba-tiba, pihak PT Marketindo bilang sudah mengakuisisi seluruh aset PT. SMB. Menurut Kadir Massa, sah-sah saja kalau yang diklaim lahan SMB seluas 66,24 Ha. Dan itu memang hak milik SMB karena sudah berbentuk Hak Guna Bangunan (HGB).

“Bagi kami, ini adalah bentuk perampokan terhadap tanah masyarakat seluas 1.300 Ha,”ujarnya.

Berbicara akuisisi, tambah dia, sampai saat ini kami tidak pernah diperlihatkan dokumennya. Jika merujuk pada UU No 37 tahun 2004. Proses akuisisi bukan seperti sedang transaksi jual beli ayam dipasar. Akan tetapi ada proses yang dilalui dengan ketat.

Bahkan, PT MS sampai saat ini tidak pernah memberikan dokumen kepada Pemerintah Kecamatan Angata. Lalu dasarnya apa untuk mengambil alih lahan milik masyarakat.

“Masyarakat perlu tahu hubungan hukum antara PT SMB dan PT MS itu bagaimana? Proses akuisisi itu tidak sekedar lisan tapi harus dibuktikan dengan dokumen resmi dan ditempuh sesuai mekanisme yang ada,”paparnya.

Ditempat terpisah, Ketua Konsorsium Masyarakat Petani Kecamatan Angata (Kompak), menegaskan, masyarakat dengan tangan terbuka selalu menerima dialog. Tapi kenyataannya, sejauh dialog dan gelar data yang sudah dilakukan. Mulai tingkat kecamatan sampai tingkat kabupaten. PT MS tidak bisa menunjukkan dokumen akuisisi dari PT SMB, PT BMP ke PT MS. Apalagi plotting lokasi 1.300 Ha.

“Kalau dicermati, sebelum PT. MS datang, ada juga perusahaan BMP. Ini kan semakin ngacoh. Tiba-tiba datang terakhir bilang PT. MS sudah mengakuisisi,”terang Tutun.

Salah satu bukti yang menguatkan Aliansi Masyarakat Tani (AMT) Kecamatan Angata, adanya grafik kronologis yang dibuat oleh Dirjen Pemetaan dan Pengukuran ATR BPN RI tahun 2020 berdasarkan dokumen yang di ajukan sebagai sebagai syarat proses Penerbitan HGU

Dalam uraiannya, terungkap bahwa yang menjadi hak MS dalam Proses akuisisi sebagaimana aset yang disebutkan dalam putusan pengadilan Niaga No.33/pailit/JKT pusat /2003/PN.Niaga jkt. Pusat 18 November 2003 hanya HGB 66,24 beserta kantor dan kendaraan.

Sehingga, kata Tutun, kesimpulan dari Dirjen Pengukuran dan Pemetaan ATR BPN RI, plotting 1.300 tidak termasuk Aset SMB. Karena tidak adanya dokumen, sebagai dasar Kepemilikan Aset oleh PT. SMB sebagaimana yang di klaim PT. MS.

Kemudian, lanjut Tutun, pada Bulan Maret tahun 2024, pihak MS mengundang beberapa teman yang tergabung dari AMT Angata, untuk menandatangani surat pernyataan dukungan dan kerjasama secara sepihak untuk memuluskan pengurusan proses penerbitan HGU, bahkan dijadikan sebagai dasar penggusuran paksa lahan dan tanaman tumbuh masyarakat serta pengrusakan rumah warga.

Hal senada juga turut disuarakan, Habil Mokora. Justru dengan adanya permintaan MS untuk menandatangani surat pernyataan dukungan dari masyarakat di bulan Maret 2024 di Jakarta, menunjukkan bahwa tidak adanya dokumen akuisisi yang dimiliki oleh MS pada plotting 1.300 Ha.

Dalam RDP di DPRD Sultra 25 Februari 2025, surat pernyataaan yang sering dipakai pihak MS sebagai dasar untuk menggusur paksa dan merusak rumah warga. Sudah dibantah Sugi didepan forum RDP.

“itu pernyataan saya dimanipulasi, lembaran pertamanya diganti, jadi tidak benar saya menyerahkan lokasi 1300 ke pihak MS,”urainya.

RDP di DPRD Sultra juga terkuak. Bahwa hingga kini PT MS belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU). Hal itu juga dipaparkan didepan forum oleh perwakilan BPN Sultra dan BPN Konawe Selatan.

Pirman Saranani juga salah satu anggota AMT Angata, menuturkan, peta bidang yang dikeluarkan oleh BPN tahun 2023, dan diajukan di BPN pusat tahun 2023 telah di anulir pada saat audiensi antara AMT Angata dengan pihak kementerian ATR BPN RI di Jakartaa.

“Diduga ada kongkalikong antara PT. MS dan pihak tim ukur ATR BPN. Sehingga Kementrian ATR BPN langsung membatlkan,”ungkapnya.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *