Oleh: Dr. Sitti Rosmalah, S.P., M.P
Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UM Kendari
SULTRAEKSPRES.COM – Isu pangan dan isu kemiskinan sangat erat berkaitan, Indonesia yang merupakan negara dunia ketiga masih meningkat jumlah masyarakat miskin. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Indonesia tercatat sebanyak pada Maret 2022 adalah 26,16 juta jiwa.orang masyarakat Indonesia yang berada di garis kemiskinan dan mengalami kemiskinan ekstrim. Data dari Badan Pusat Statistik juga tercatat sebanyak 49,41% rumah tangga miskin di Indonesia berprofesi menjadi petani . Selain karena faktor ekonomi, gangguan terhadap ketersediaan pangan dapat terjadi dengan adanya pandemi. karena disebabkan beberapa faktor diantaranya pendapatan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran rumah tangga dan tingkat pendidikan.
Persoalan ketahanan pangan merupakan salah satu isu yang menjadi perhatian khususnya masyarakat yang berada di wilayah Pulau-Pulau Kecil misalnya masyarakat Pulau Wawonii. Pulau Wawonii yang masuk dalam Wilayah kabupaten Konawe Kepulauan tergolong dalam wilayah pulau-pulau kecil yang dikelilingi pesisir dan lautan menyebabkan akses fasilitas umum sangat sulit dan bergantung pada cuaca. Pusat perekonomian penduduk berada di wilayah luar pulau yakni Kota Kendari. Hasil-hasil kebun atau usaha tani kebanyakan dipasarkan di luar pulau, demikian pula kebutuhan penduduk seperti bahan pangan, peralatan rumah tangga dan sebagainya juga diperoleh dari luar pulau. Dengan kondisi demikian maka terwujudnya ketahanan pangan merupakan hal mutlak yang harus dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
Mayoritas penduduk Kabupaten Konawe Kepulauan bekerja sebagai petani kelapa karena kelapa merupakan komoditi unggulan di wilayah kepulauan ini. Penduduk wilayah kepulauan umumnya berusaha tani karena didasari oleh pengetahuan yang telah dimiliki sejak lama dan menjadi suatu bentuk kearifan lokal yang terjaga dari generasi ke generasi.
Kajian tentang ketahanan pangan rumah tangga seperti halnya petani pengolah kopra yang ada di Pulau Wawonii penting agar menjadi bahan informasi memahami dan mengidentifikasi situasi pangan di tingkat rumah tangga serta memahami tingkat akses dan ketersediaan pangan di rumah tangga petani pengolah kopra. Dengan memahami kondisi pangan rumah tangga, kita dapat merancang kebijakan dan program yang sesuai untuk meningkatkan ketahanan pangan mereka, membantu mengembangkan strategi yang efektif untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga petani pengolah kopra.
Untuk mencapai ketahanan pangan bagi petani pengolah kopra di Pulau Wawonii, penting untuk meningkatkan produksi kopra secara berkelanjutan, melindungi dan mengelola sumber daya alam dengan bijaksana, memperkuat akses pengetahuan dan teknologi pertanian modern, serta mendukung keberlanjutan ekonomi petani. Dukungan kebijakan, pelatihan, dan pembiayaan yang tepat juga perlu diberikan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan keberlanjutan sektor pengolahan kopra di Pulau Wawonii. Masalah Ketahanan Pangan Butuh Penyelesaian Fundamental.
Ketahanan pangan bukan merupakan persoalan yang berdiri sendiri namun saling terkait dengan komponen-komponen lain. Salah satu ilustrasi, Indonesia adalah negara kaya, sumberdaya alam melimpah begitupula sumber daya manusianya berkualitas. Dengan kekayaan ini, logikanya semua kebutuhan masyarakat harus bisa tercukupi . Hanya saja, faktanya kondisi masyarakat berada pada garis kemiskinan sehingga mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidup termasuk dalam hal jaminan ketahanan pangan. Masyarakat sulit membeli kebutuhan sehari-hari karena kesulitan ekonomi, keuangan mereka terbatas, harga kebutuhan pokok melonjak, atau ketersediaan kebutuhan pokok langka, ditambah lagi gaji mereka kecil, usaha mereka gulung tikar, ataupun mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Semua masalah ini akibat penerapan sistem kapitalisme. Ideologi berasaskan materialisme ini telah memberi kebebasan para kapitalis menguasai berbagai usaha, mulai dari hulu hingga hilir. Akhirnya, para petani kesulitan mendapatkan input produksi yang memadai, bahkan ketika hasil panennya telah siap petani kesulitan dalam memasarkannya. Hampir semu subsistem yang melingkupi sektor pertanian dikendalikan oleh invisible hand yang bernama kapitalis.
Kapitalisme membuat peran negara yang harusnya mengurusi kebutuhan rakyat hanya sebatas regulator. Pemegang kebijakan akan membuat regulasi yang pada kenyataannya justru banyak menguntungkan para kapitalis. Banyak perusahaan swasta justru menguasai industri pangan, seperti beras, minyak sawit, ikan, dsb. Meskipun ada bantuan pemerintah, jumlahnya terbatas dan masih membuat sulit para petani mengaksesnya, kecuali para petani yang memiliki modal besar atau yang dekat dengan para kapitalis.
Ketahanan pangan merupakan salah satu pilar ketahanan negara dalam kondisi apa pun, baik damai, bencana, atau peperangan. Pangan bukanlah sekadar masalah ekonomi, tetapi termasuk masalah politik karena menyangkut urusan kemaslahatan umat yang menjadi tanggungjawab negara. Dengan demikian, Pemimpin suatu negara harus memahami politik ketahanan pangan yakni bagaimana pengurusan masalah ketahanan pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan rumahtangga yang kuat dalam skala kecil dan tentunya pengurusan pangan secara global dalam lingkup negara.
Politik ketahanan pangan yang diterapkan tentunya harus berangkat dari pemikiran yang memprioritaskan kemaslahatan rakyat secara keseluruhan bukan mengutamakan kemaslahatan individu atau kelompok tertentu yang dianggap bisa memberikan manfaat dan keuntungan pribadi sebagaimana yang dianut dalam sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme terbukti mengesampingkan nurani dalam meraih manfaat yang diharapkan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita tidak layak berdamai dengan sistem ini agar persoalan rawan pangan dan masalah lainnya tidak terus menerus menghantui kehidupan petani dan masyarakat dinegeri ini. Wallahu a’lam.