KENDARI- Putusan MK yang mengabulkan gugatan soal syarat batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden, terus berpolemik. Saat ini, imbas dari putusan tersebut. Sembilan Hakim MK dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Putusan MK menyatakan seseorang bisa mendaftar capres-cawapres jika berusia minimal 40 tahun atau sudah pernah menduduki jabatan publik karena terpilih melalui pemilu.
Putusan itu dinilai membuka pintu bagi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra sulung Presiden Jokowi sekaligus keponakan Anwar Usman yang belum berusia 40 tahun untuk maju di Pilpres 2024.
Saat ini, Gibran telah resmi mendaftarkan diri sebagai bakal cawapres yang akan mendampingi Prabowo Subianto pada kontestasi politik nasional tahun depan.
Menanggapi polemik tersebut, Ketua Bidang Hukum dan HAM Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Gelora Sultra, Hendro Kusuma Jaya, SH., M,Kn, menyampaikan, hasil putusan MK sifatnya final dan mengikat.
Persidangan di MKMK yang sedang berlangsung, hanya mengadili soal etik. Jadi, kata Hendro, apapun hasilnya dari hasil sidang etik tersebut tidak akan mengubah hasil putusan tersebut.
“Kan MKMK hanya menyidangkan perkara etik hakim. Bukan untuk mengubah hasil putusan,”ujarnya, saat dihubungi melalui sambungan teleponnya, Jumat (03/11/2023).
Apalagi sangat jelas dalam Undang-undang Republik Indonesia No 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Jelas, sambung dia, pasal 10 dinyatakan dengan jelas bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dan putusannya bersifat final dan mengikat.
“Sidang etik hanya terkait perilaku hakim, tapi tidak untuk membatalkan putusan.
Soalnya aturannya putusan MK final mengikat dan tidak ada upaya hukum lain,”ungkapnya.