UNAAHA, Sultraekspres.com – Pada akhir bulan Januari 2023 lalu, rombongan kepala desa (Kades), melakukan demonstrasi di depan Gedung DPR RI, menuntut adanya perpanjangan masa jabatan, sebelumnya enam tahun menjadi sembilan tahun.
Tak main-main, massa yang mayoritas datang dengan setelan pakaian dinas Kades, meminta kepada DPR RI agar ada revisi terhadap Pasal 39 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terkait masa jabatan.
Saat di temui, Ketua DPRD Konawe, Ardin, memberikan tanggapannya terhadap aksi para Kades itu. Menurutnya, usulan tersebut sama sekali tidak relevan dengan urgensi kebutuhan pembenahan desa.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan, wacana yang digaungkan Kades tersebut perlu dikaji kembali, sebab jika dikabulkan, bisa semakin bertentangan dengan konstitusi.
Ardin menambahkan, dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang kini berlaku, sejatinya telah melanggar nilai-nilai konstitusi.
“Ada norma yang bertentangan dengan konstitusi yaitu pada pasal 39 terkait masa jabatan Kades,” ujarnya, Kamis (2/3/2023).
Lanjut Ardin, dalam pasal tersebut masa jabatan relatif lebih lama yakni enam tahun dan dapat dipilih lagi sampai tiga periode, artinya Kades dapat menduduki sebagai orang nomor satu di desa sampai dengan delapan belas tahun lamanya.
Masa jabatan kepala desa maksimal 18 tahun merupakan masa yang lama. Padahal pembatasan kekuasaan pemerintah itu dapat dilihat ketika adanya amanden kesatu UUD 1945, yaitu pembatasan masa jabatan penguasa dalam hal ini presiden.
Oleh karena itu terkait masa jabatan desa yang 9 tahun pada satu periode menurutnya perlu dikaji lagi, agar keputusan yang dihasilkan tidak merugikan generasi muda yang nantinya ingin menjadi kepala desa.
“Karena yang perlu dipahami konstitusi merupakan aturan dasar yang menjadi sumber pembentukan hukum. Presiden saja dalam UUD dibatasi 5 tahun dengan dua kali periode,” katanya.
Menurutnya, pada tingkat desa dengan wacana sembilan tahun masa jabatan, merupakan masa jabatan yang terlalu lama karena bisa mengakibatkan terhambatnya pergantian pemimpin pada tingkat desa.
Oleh karena itu perlu adanya pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaran negara, sebab ini menjadi cita-cita dari nilai demokrasi, sehingga Indonesia tak kembali ke zaman orde baru.
“Kekuasaan yang tidak dibatasi akan cenderung melahirkan banyak tindak pidana korupsi. Ini juga tentu berlaku di pemerintahan tingkat desa,” tutupnya. (Adv)