KENDARI- Dalam waktu yang tak lama lagi, salah satu karya putra asli Sulawesi Tenggara (Sultra), Jaya Tamalaki, bakal mengguncang panggung dunia. Flim ini diproyeksikan bakan masuk dalam Box Office Holywood.
Jaya Tamalaki yang sudah puluhan tahun malang melintang di dunia seniman, akan merilis film yang berjudul Abdul dan Maria. Flim ini selain bernuansa romansa, film ini juga menceritakan sisi tragedi dan kekacauan akibat serangkaian misteri pembunuhan yang dialamatkan kepada tim ekspedisi hingga melibatkan pemerintah Indonesia dan Italia.
Flim ini akan melibatkan sedikitnya 500 orang dan akan dipilih melalui Open Casting, mulai 19 Agustus 2023 mendatang.
Harapannya, kata Jaya Tamalaki, dari flim ini banyak melahirkan bibit-bibit unggul dari bumi anoa. Dari 500 yang akan dipilih, putra-putri Sultra mendapatkan banyak porsi, sekitar 380 orang.
Film Abdul & Maria seendiri, bercerita tentang seorang pemuda asal Sultra, yang bernama Abdul. Abdul sendiri yang memiliki hobi sebagai fotografer, putra tunggal Kepala Dinas Kemenag Sultra.
Hasil fotografer Abdul, suatu saat ia unggah foto tentang Gua Tengkorak di Sultra ke akun media sosialnya. Foto tersebut di kemudian hari menjadi sebab pertemuan Abdul dan Maria yang berprofesi sebagai peneliti Arkeologi.
Maria sendiri, merupakan penganut agama katolik taat, putri dari pasangan Paulus Alexsandro Yohakim mantan diplomat Italia untuk Indonesia dan wanita pengacara asal solo.
Profesi Maria sebagai seorang Arkeolog lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) mengantarkannya ke Sultra untuk meneliti situs-situs sejarah. Kemudian Abraham Yusak, yang dipanggil Bram, seorang arkeolog asal Italia beragama Yudaisme (Yahudi).
Maria, Bram, dan dua rekan Maria lainnya yaitu Greci dan Rosa tertarik meneliti Goa Tengkorak di Pulau Labengki, Sultra. Menurut Maria, simbol-simbol yang ada di dalam berbagai tulisan dan gambar di Goa Tengkorak tersebut boleh jadi berhubungan dengan budaya dan kepercayaan mitologi bangsa Mesir Kuno dan Yunani.
Ketertarikan Maria dengan Goa Tengkorak yang ada di Pulau Labengki bermula dari foto-foto yang diposting ke laman media sosial milik Abdul.
Di tengah perjalanan, cinta segi tiga hadir. Antara, Bram, Maria, dan juga Abdul. Bram diam-diam menyimpan rasa cinta kepada Maria. Namun Maria diam-diam menyimpan rasa terhadap Abdul dan begitu juga Abdul. Abdul, Maria, dan Bram yang berbeda latar belakang sosial, budaya dan agama yang berbeda.
Abdul sebagai pemandu tim ekspedisi harus berjibaku menolong dan menyelamatkan rekan-rekannya dari tragedi dan kekacauan tersebut. Aksi heroik Abdul membuat Maria yang selama ini membentengi hatinya perlahan-lahan mulai runtuh yang akhirnya mengutarakan isi hatinya kepada Abdul, namun keduanya sadar jika ada jurang yang terlalu lebar menghalangi keduanya.
Upaya keluarga Abdul dan Maria memisahkan keduanya karena alasan keyakinan dan status sosial, berakhir sebaliknya. Situasi dramatis, dan pengorbanan Abdul dalam upaya menyelamatkan Maria dan kawan-kawan, akhirnya secara natural menghapus semua alasan untuk memisahkan keduanya. Sehingga tergenapilah apa yang dikatakan dalam sepenggal dialog dari film ini.
“Kita memang berbeda secara keyakinan, tetapi sefitrah secara kemanusiaan.”ujar Abdul dalam flim tersebut.
Diakhir cerita, film yang secara makna mengisahkan percintaan spiritual antara ayahanda Rasulullah SAW (Abdullah) dan Ibunda dari Yesus Kristus (Maria) berhasil menghabisi semua argumen dan alasan penentang cinta Abdul & Maria. Akhirnya, keduanya menjalani takdir cinta yang harganya sangat mahal. Kisah dramatis film ini, melampaui kisah cinta Romeo dan Juliet. Sehingga kita sampai pada kesimpulan bahwa cinta adalah jawaban dari semua pertanyaan dan perbedaan.
“Tuhan menciptakan manusia dalam berbagai bangsa tetapi mengikatnya dalam satu fitrah cinta dan kemanusiaan yang sama,”.