KENDARI, SULTRAEKSPRES.COM -Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia baru-baru ini menyelenggarakan Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas) 2025 di Jakarta, sebuah pertemuan krusial sebelum dilaksanakannya Kongres Nasional.
Dalam acara tingkat tinggi tersebut, Ketua Umum Kadin Sulawesi Tenggara (Sultra), Anton Timbang, mendapatkan kepercayaan istimewa dari Pimpinan Pusat Kadin Indonesia untuk menyampaikan Pandangan Umum Kadin Daerah, yang merangkum aspirasi dari seluruh provinsi di tanah air.
Press release yang diterima media ini. Anton Timbang menjelaskan bahwa pandangan tersebut merupakan intisari dari berbagai isu strategis dan usulan kebijakan yang telah disepakati bersama oleh para ketua Kadin Provinsi. Akan menjadi bahan masukan utama untuk perumusan rekomendasi kebijakan Muspimnas 2025.
“Setelah berdiskusi dengan Ketua Umum Kadin Pusat dan pimpinan Kadin dari berbagai daerah, saya ditunjuk untuk membawakan pandangan kolektif ini. Tujuannya agar aspirasi daerah terintegrasi dalam usulan kebijakan nasional yang dihasilkan Muspimnas,” kata Anton, Selasa (2/12/2025).
Salah satu poin fokus yang disampaikan secara tegas di hadapan forum nasional adalah inisiatif nasionalisasi pemanfaatan aspal Buton.
Menurut Anton Timbang, pemanfaatan sumber daya alam Buton merupakan langkah penting untuk mencapai kemandirian sektor infrastruktur dan mengurangi ketergantungan impor.
Ia menekankan bahwa penggunaan aspal Buton secara masif memiliki potensi besar untuk menekan defisit APBN, yang selama ini terbebani oleh impor aspal minyak hingga mencapai angka fantastis, sekitar Rp20 triliun per tahun.
“Aspal Buton adalah solusi strategis untuk substitusi impor aspal minyak yang sangat memberatkan anggaran negara,” ujarnya.
Dukungan pengembangan industri ini semakin kuat dengan adanya alokasi investasi sebesar Rp1,49 triliun dari Badan Investasi Nasional (BIN), yang diproyeksikan akan membuka lapangan kerja bagi sekitar 3.450 individu.
Oleh karena itu, Kadin mendesak percepatan penggunaan aspal Buton dalam semua proyek pembangunan jalan, baik di tingkat nasional maupun regional.
Selain itu, Anton Timbang juga menyoroti kondisi kesenjangan fiskal yang masih menjadi masalah struktural di Indonesia.
Data menunjukkan bahwa 90% atau 493 dari 552 daerah di Indonesia masih memiliki kapasitas fiskal yang rendah hingga sangat rendah, dengan tingkat ketergantungan pada dana transfer pusat mencapai 60% hingga 80%.
“Fakta ini mengindikasikan bahwa peran dunia usaha di banyak daerah belum tergarap optimal. Pemerintah daerah harus lebih proaktif membuka ruang kolaborasi dengan pelaku usaha untuk mendongkrak ekonomi lokal,” jelasnya.
Kadin Daerah juga mengkritisi kebijakan pengurangan dana bagi hasil (DBH) daerah yang mencapai 40% hingga 50%. Menurutnya, kebijakan ini sangat tidak tepat diterapkan di saat pemulihan ekonomi nasional belum sepenuhnya stabil.
“Memotong dana transfer di tengah masa pemulihan ekonomi akan semakin menekan daerah yang sudah terlanjur bergantung pada bantuan dari pusat,” tegasnya.
Di akhir pandangannya, Kadin Daerah menegaskan dukungan penuh terhadap rencana revisi Undang-Undang Kadin. Tujuannya adalah menjadikan Kadin sebagai organisasi yang lebih adaptif dan kuat sebagai kanal resmi utama bagi dunia usaha Indonesia.
“Revisi UU Kadin diharapkan dapat memperkuat posisi Kadin sebagai jembatan utama komunikasi dunia usaha dan pemerintah, sehingga kami dapat berperan lebih efektif dalam perumusan kebijakan ekonomi,” tutup Bapak Anton Timbang.

















