WANGGUDU, SULTRAEKSPRES.COM– Keprihatinan organisasi Koalisi Rakyat Konawe Utara (Konut) untuk Keadilan Tambang terhadap masyarakat Bumi Oheo terus digaungkan demi terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat.
Terbaru ini, Koalisi Rakyat Konut untuk Keadilan Tambang mendapatkan laporan mengungkap dugaan pembayaran upah di bawah standar minimum. Pelanggaran hukum ini dianggap sangat serius juga dilakukan dengan cara sistematis yang diperbuat oleh CV Jaya Abadi Mineral (JAM).
Pelanggaran hukum ini terkuak dengan adanya temuan bukti transfer bank yang memperlihatkan skema pembayaran upah di bawah standar. Diketahui perusahaan ini merupakan vendor yang beroperasi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Adhi Kartiko Pratama (AKP).
Koordinator Koalisi, Hendrik, menegaskan bahwa temuan ini tidak dapat lagi dipandang remeh, semua bukti telah mereka kantongi. CV JAM secara terang-terangan merampas hak-hak dasar pekerja. Koalisi sendiri mengutuk keras serta tidak akan tinggal diam.
Berdasarkan bukti transfer, CV JAM membayar seorang karyawan hanya Rp3.000.000 per bulan. Angka ini jelas berada di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Konawe Utara tahun 2025,”kata Hendrik, Minggu (7/9).
Hendrik mengungkapkan Upah di Kabupaten Konut telah ditetapkan sebesar Rp3.259.583. Dengan demikian, perusahaan terbukti melanggar Pasal 88E ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Pelanggaran ini, sambung dia, tidak bisa dianggap kecil. Dalam ketentuan hukum ketenagakerjaan, membayar di bawah upah minimum bukan hanya kesalahan administratif, melainkan tindak pidana yang dapat dijatuhi sanksi penjara 1-4 tahun atau denda Rp100 juta hingga Rp400 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 185 UU Ketenagakerjaan.
“Temuan kedua adalah tidak adanya pendaftaran pekerja ke dalam program jaminan sosial. Investigasi Koalisi menemukan bahwa PT JAM tidak mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan,” ujarnya.
Padahal, kata Hendrik, kewajiban ini jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Sanksi atas pelanggaran ini bahkan lebih berat, pidana penjara maksimal 8 tahun atau denda hingga Rp1 miliar sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 55 UU BPJS.
Selain itu, pelanggan hukum lainnya juga ditemukan oleh Koalisi, yakni pekerja CV JAM tidak memiliki perjanjian kerja tertulis, baik PKWT maupun PKWTT, serta tidak pernah menerima slip gaji resmi. Fakta ini juga melanggar Pasal 56 UU Nomor 13 Tahun 2003 jo. UU Cipta Kerja yang secara jelas mengatur kewajiban perjanjian kerja dan transparansi administrasi pengupahan.
Olehnya itu, pihaknya menilai tanggung jawab hukum tidak hanya diberikan ke CV JAM namun juga harus berlaku pada perusahaan PT Adhi Kartiko Pratama (AKP), sebagai pemegang IUP yang menjadi induk wilayah operasi, memiliki kewajiban hukum dan moral untuk memastikan vendor atau kontraktornya mematuhi hukum ketenagakerjaan.
“Kepala Disnaker Konut untuk segera melakukan investigasi mendalam, memanggil manajemen CV JAM dan PT AKP, serta mewajibkan keduanya memenuhi seluruh kewajiban membayar selisih upah minimum, mendaftarkan pekerja ke BPJS, serta membuat perjanjian kerja sesuai ketentuan,”tegasnya.
Koalisi menegaskan bahwa tindakan ini bukan hanya soal penyelesaian administratif, melainkan bentuk penegakan hukum yang menyelamatkan martabat pekerja dan memastikan kepatuhan perusahaan terhadap konstitusi serta undang-undang.
“Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Setiap perusahaan yang melanggar hukum harus diberi sanksi setimpal. Tidak ada ruang untuk kompromi ketika hak-hak pekerja diinjak-injak,” tutupnya.
Hingga berita diterbitkan, media ini masih berupaya mengonfirmasi pihak perusahaan CV JAM dan PT AKP. (**)