banner 728x250

Prof Zamrun Dituding Ikut Cawecawe di Pilrek UHO

  • Bagikan
Kuliah umum yang digelar UHO dengan menghadirkan Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto (2022)
Kuliah umum yang digelar UHO dengan menghadirkan Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto (2022)
banner 468x60

KENDARI- Universitas Halu Oleo (UHO) kembali menjadi pergunjingan insan akademis dan juga masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra). Pekan ini, akan menjadi hari penting bagi keberlanjutan tonggak Sejarah UHO.

Pembahasan terkait UHO menarik untuk disimak, apalagi pekan ini akan dilangsungkan Pemilihan Rektor UHO tahap pertama atau memilih calon yang akan masuk pada jajaran tiga besar. Banyak pihak yang menilai, dinamika pemilihan rektor syarat intrik politik internal. Rektor petahana yang telah menjabat dua periode dituding tengah mengatur strategi untuk menunjuk penerusnya secara tidak demokratis.

Pilrek ini jadi fase krusial dengan munculnya tudingan serius terhadap rektor petahana yang disebut-sebut tengah mengorkestrasi penggiringan suara demi melanggengkan pengaruhnya di pucuk kepemimpinan kampus.

Aktivis Muda Sulawesi Tenggara (Sultra), Erit, turut menyuarakan kegelisahannya. Menurut Erit, dari informasi yang berkembang, menyebutkan bahwa sang rektor secara langsung menunjuk salah satu calon untuk menggantikannya, dan mengorganisir dukungan mayoritas anggota senat universitas agar mencapai ambang 65% suara, angka yang dianggap krusial untuk menandingi bobot suara menteri yang setara dengan 35%.

Dalam sistem pemilihan rektor di universitas negeri, kata Erit, suara menteri memiliki bobot besar, namun dapat dikalahkan jika mayoritas senat bersatu. Situasi inilah yang kini dimanfaatkan oleh rektor petahana dengan mengkonsolidasikan dukungan secara sistematis. Sebuah proses yang dinilai sejumlah pihak sangat jauh dari nilai-nilai akademik yang menjunjung kebebasan berpikir dan integritas.

“Ini bukan lagi sekadar suksesi, tapi upaya sistematis mempertahankan dominasi politik. Kampus yang seharusnya menjadi contoh demokrasi justru diwarnai tekanan dan intimidasi,”ujar Erit.

Proses yang mencurigakan ini, tambah Erit, disebut-sebut sudah dimulai sejak tahap awal pemilihan anggota senat fakultas maupun universitas.

Beberapa dosen menyatakan mengalami tekanan halus hingga ancaman terselubung agar tidak mencalonkan diri atau mendukung kandidat tertentu sejalan dengan kepentingan rektor saat ini. Iklim akademik pun menjadi terganggu, dengan isu tersebut. Kabarnya calon yang didukung adalah dari unsur jajaran pimpinan.

Ada juga kalangan yang menganggap hal itu wajar. Tetap saja kekhawatiran sebagian kalangan itu perlu menjadi perhatian. Rektor yang kini memimpin telah menjabat selama dua periode dipilih dalam konteks politik nasional yang berbeda dengan situasi saat ini. Tentu saja dia lebih berpengalaman dalam kontestasi pilrek.

Namun, dengan menunjuk calon secara sepihak dan mengatur jalannya dukungan politik di internal kampus, banyak pihak menilai hal ini sebagai bentuk ‘tekanan’ terhadap pemerintahan baru agar mengikuti kepentingan pribadinya dalam pemilihan rektor universitas negeri.

“Ini sebetulnya seperti pesan terbuka bahwa siapa pun pemerintahnya, kepemimpinan di kampus harus tetap dalam kendali kelompok tertentu. Ini berbahaya,”terangnya.

Erit menilai bahwa praktik seperti ini bisa menjadi preseden buruk bagi otonomi kampus dan merusak kepercayaan publik terhadap integritas dunia akademik. Kampus, yang seharusnya menjadi teladan dalam praktik demokrasi dan meritokrasi, justru terjebak dalam pusaran politik kekuasaan yang tak ubahnya partai politik.

Saat ini, lanjut Erit, masyarakat akademik kini menanti langkah tegas dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Untuk memastikan proses pemilihan rektor berlangsung secara adil, transparan, dan demokratis, demi menjaga marwah institusi pendidikan tinggi sebagai pilar peradaban dan kemajuan bangsa.

Tudingan terkait Cawecawe Prof Zamrun juga datang dari  Jaringan Mahasiswa Progresif Sulawesi Tenggara (Jamprof Sultra). Koordinator aksi, Fardin Nage, saat menggelar unjuk rasa di sekitar Gedung Rektorat Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Jumat sore, 2 Mei 2025.

“Peringatan Hari Pendidikan Nasional setiap 2 Mei seharusnya menjadi pengingat bahwa pendidikan tidak hanya soal transfer ilmu, tetapi juga pembentukan karakter dan peradaban. Oleh sebab itu, proses pemilihan rektor harus mencerminkan nilai-nilai luhur tersebut,” tegas Fardin.

Pemilihan rector, kata dia, bukan sekadar kegiatan administratif, melainkan momentum penting yang menentukan arah serta martabat institusi pendidikan tinggi. Dalam pelaksanaannya, proses ini seharusnya menjunjung tinggi prinsip meritokrasi, profesionalisme, dan akuntabilitas publik.

“Sayangnya, kami menilai bahwa proses Pilrek di UHO saat ini menghadapi masalah serius. Dugaan keterlibatan rektor aktif dalam proses ini merupakan bentuk intervensi yang tidak etis dan mencederai demokrasi kampus. Rektor seharusnya menjadi figur netral yang menjaga kehormatan institusi,” ujarnya, dilansir dari kiatindonesia.com.

Fardin menyampaikan harapannya kepada Rektor UHO agar dapat menutup masa jabatannya yang akan berakhir pada 2 Juli mendatang dengan cara terhormat, yakni menjaga jarak dari proses Pilrek dan memastikan seluruh pihak tetap netral.

“Kami berharap beliau dapat dikenang sebagai pemimpin yang menjunjung tinggi integritas hingga akhir masa tugas. Biarlah sejarah mencatatnya sebagai tokoh pendidikan yang bijak dan bermartabat,” ucapnya.

Fardin juga meminta secara tegas agar Rektor UHO tidak melakukan intervensi dalam proses Pilrek. Selain itu, ia menyerukan kepada seluruh anggota senat kampus sebagai pemilik suara dalam pemilihan agar tidak memilih calon rektor yang tidak memiliki rekam jejak integritas.

“Ada salah satu calon rektor yang kami duga kuat memiliki perilaku tidak terpuji, seperti kerap mengunjungi tempat hiburan malam dan memiliki banyak hubungan di luar pernikahan,” tudingnya.

Sebagai informasi bahwa pemilihan rektor UHO sedang menghadapi agenda pemilihan calon 3 besar dalam waktu dekat. Ada 6 orang kandidat yang mendaftarkan diri sampai dengan hari penutupan tanggal 28 April 2025 yaitu, Prof. Ruslin, Prof. Yusuf Sabilu, Prof. Takdir Saili, Prof. Edy Karno, Dr. Muhammad Zein Abdullah, dan Prof. Armid.

Pemilihan kali ini diikuti oleh 4 orang pejabat aktif yaitu Dekan Fakultas Farmasi (Prof. Ruslin), Wakil Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (Prof. Edy Karno), Direktur Program Pascasarjana (Prof. Takdir Saili) dan Wakil Rektor IV (Prof. Armid).  Dua calon lainnya yaitu Prof. Yusuf Sabilu merupakan mantan dekan Fakultas Farmasi sedangkan Dr. Muhammad Zein Abdullah adalah mantan dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. **

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *